Rabu, 25 Mei 2011

Membangun Dunia

Kuliah oleh Bp Marsigit

Sebenar-benar dunia yang kita tempati telah ALLAH ciptakan secara harmoni. Segala yang ada dan yang mungkin ada di dunia ini menempati ruang dan waktunya masing-masing. Setiap unsur di dunia ini telah diciptakan secara seimbang. Misalnya jika separo dunia ontologi, maka separo dunia yang lain adalah tidak ontologi, jika separo dunia adalah epistemologi maka separo dunia yang lain adalah tidak epistemologi, jika separo dunia adalah aksiologi maka separo dunia yang lain adalah aksiologi, jika separo dunia adalah vatal maka separo dunia yang lain adalah fital, jika separo dunia adalah filsafat maka separo dunia yang lain adalah penerapannya, jika separo dunia adalah matematika dan pendidikan matematika, maka separo dunia yang lain adalah penerapannya, jika separo dunia adalah subjek maka separo dunia yng lalin adalah predikat, jika separo dunia adalah logos, maka separo dunia yang lain adalah mitos, jika separo dunia adalah apa yang kita pikirkan, maka separo dunia yang lain adalah apa yag kita lakukan.

Ontologi dapat kita pahami sebagai hakekat dari sesuatu, untuk memahami hakekat dari sebuah unsur maka kita perlu berfikir ekstensif dan intensif. Jika kita membentuk setengah dunia dengan ekstensif maka separo dunia yang lain adalah tidak ekstensif dan jika kita membentuk separo dunia dengan intensif maka separo dunia yang lain adalah tidak intensif. Tidak ekstensif dan tidak ekstensif membangun dunia yang tidak ontologi. Maka sebenar-benar kita membangun dunia ontologi hanya mencakup separo dunia karena separo dunia yang lain adalah tidak ontologi.

Epistemologi adalah metode dalam mempelajari suatu unsur. Dalam mempelajari sesuatu terkadang ada sumber-sumber yang mendukung apa yang kita pelajari, tetapi tidak semua hal yang kita pelajari mempunyai sumber. Maka sebenar-benar jika kita ingin membangun dunia epistemologi hanyalah mencakup separo dunia, karena separo dunia yang lain adalah tidak epistemologi.

Aksiologi dapat kita artikan sebagai manfaat dari sesuatu yang kita pelajari. Setiap hal yang kita pelajari pasti memiliki unsur baik atau tidak baik maupun benar atau salah. Untuk lebih memahami bahwa separo dunia yang kita pelajari adalah aksiologi dan separo dunia yang lain adalah tidak aksiologi maka kita perlu mengkaji dari dunia-dunia yang lain. Misalnya ketika kita bicara mengenai hakekat sebuah objek, maka kita akan bertemu bahwa hakekat objek tersebut mengandung unsur baik sekaligus buruk dan unsur benar sekaligus salah. Ketika kita bicara mengenai fatal dan vital, maka kita akan memahami bahwa fatal dan vital memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Maka setiap unsur yang kita pelajari membangun dunianya dengan baik dan buruk atau dengan benar dan salah. Maka sebenar-benar jika kita membangun dunia dengan aksiologi hanyalah mencakup separo dunia, karena separo dunia yang lain adalah tidak aksiologi.

Fatal dapat kita artikan sebagai berserah sepenuhnya kepada nasib, sedangkan vital dapat kita artikan sebagai hasil usaha kita. Ketika kita membangun dunia dengan fatal atau vital maka unsur-unsur yang lain akan membangun dunianya masing-masing. Misalnya saja ketika kita bicara mengenai fatal dan vital, maka kita perlu memperhatikan bagaimana ontologi bicara mengenai fatal dan vital, bagaimana epistemologi bicara mengenai fatal dan vital, bagaimana aksiologi bicara mengenai fatal dan vital, bagaimana subjek dan presikat bicara mengenai fatal dan vital, bagaimana logos dan mitos bicara mengenai fatal dan vital, bagaimana waktu yang akan datang, sekarang dan masa lalu bicara mengenai fatal dan vital, maka sebenar-benarnya kita membangun dunia dengan fatal dan vital yang masing-masing mencakup separo dunia.

Dalam membangun bahwa dunia adalah bahasa, kita mengenal bahwa separo dunia yang kita pelajari adalah subjek dan predikat. Untuk membangunnya maka dunia yang lain membangun dunianya masing-masing, misalnya apa sebenarnya ontologinya subjek dan predikat, apa sebenarnya epistemologinya subjek dan predikat, apa sebenarnya aksiologinya subjek dan predikat. Maka sebenar-benar jika kita membangun dunia itu bahasa separo dari dunia adalah subjek dan separo yang lain adalah predikat.

Ketika kita ingin membangun dunia dengan ilmu, maka kita akan berjumpa dengan logos dan mitos. Jarak antara logos dan mitos sangatlah dekat. Kita harus berhati-hati dengan jebakan mitos, karena ketika kita merasa sudah paham saat itulah sebenar-benar kita berjumpa dengan mitos. Maka sebenar-benar dunia yang kita bangun tidak akan terlepas dari logos dan mitos. Jadi ketika kita ingin membangun dunia dengan ilmu separo dari dunia adalah mitos dan separo yang lain adalah logos.

Jika kita ingin membangun dunia dengan filsafat, maka sebenar-benar filsafat yang kita pelajari hanya mencakup separo dari dunia, dan separo dari dunia yang lain adalah penerapannya.

Masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang, semua itu saling berkaitan dan pastinya saling mempengaruhi. Apa yang terjadi saat ini tidak lepas dari apa yang terjadi sebelumnya. Begitu pula waktu yang akan datang, pastinya juga dipengaruhi oleh masa lalu. Apa yang terjadi saat ini merupakan akumulasi dari apa-apa yang telah terjadi sebelumnya.

Dalam menjalani hidup ini pastilah kita mempunyai rencana-rencana untuk meraih sebuah tujuan hidup kita. Rencana itu lahir dari sebuah pemikiran. Tetapi tidak semua yang kita rencanakan akan berjalan seperti apa yang telah kita rencanakan.bahkan terkadang apa yang kita lakukan bertolak belakang dengan rencana awal kita. Karena pemikiran kita mencakup hal yang ada dan yang mungkin ada. Dan banyak kemingkinan hambatan-hambatan yang akan terjadi sehingga akan mempegaruhi ketercapaiannya rencana kita. Maka sebenar-benar apa yang kita lakukan tidak mencakup semua yang kita rencanakan.

Jadi untuk membangun dunia kita masing-masing secara lengkap, maka kita harus mengharmonikan segala yang ada dan yang mungkin ada.

Rabu, 11 Mei 2011

Kajian Filsafat

Filsafat merupakan ilmu yang mempelajari hakekat dari suatu objek yang mencakup ontologi, epistemologi dan aksiologi. Kajian ontologi menjawab apa sebenarnya objek yang kita pelajari. Kajian epistemologi mencakup metode atau tata cara dari objek yang kita pelajari. Sedangkan kajian aksiologi mencakup manfaat apa yang kita dapat dari suatu objek yang kita pelajari.

Disamping filsafat mempelajari hakekat dari semua hal yang ada dan yang mungkin ada, filsafat juga mempelajari dirinya sendiri. Filsafat mempelajari ontolologi, aksiologi dan epistemologi dari filsafat itu sendiri. Jadi filsafat mempelajari ontologinya ontologi, ontologinya aksiologi, ontologinya epistemologi, epistemologinya ontologi, epistemologinya epistemologi, epistemologinya aksiologi, aksiologinya ontologi, aksiologinya epistemologi dan aksiologinya aksiologi.

Filsafat memelajari ontologinya ontologi, artinya filsafat mempelajari hakekatnya hakekat. Memikirkan tentang apa yang kita pikirkan atau biasa disebut dengan metafisik. Yang kita pikirkan satau maka monoisme, Yang kita pikirkan dua maka dualisme, sedangkan yang kita pikirkan banyak adalah pluralisme.

Filsafat mempelajari ontologinya epistemologi, artinya filsafat mempelajari hakekatnya metode. Apa sebenarnya metode yang kita gunakan itu. Misalnya sebuah tradisi suatu masyarakat tertentu, maka filsafat mempelajari arti dari sebuah tradisi tersebut. Dalam pernikahan orang jawa ada adat tertentu yang harus dilaksanakan dalam sebuah acara pernikahan dan setiap tatacara tersebut memiliki makna. Selain tatacara dalam pernikahan yang penuh dengan makna, kesenian jawa juga mempunyai berbagai makna, misalnya wayang kulit. Pada zaman dahulu wayang begitu populer dikalangan masyarakat jawa, karena wayang merupakan salah satu hiburan rakyat yang penuh dengan makna, mulai dari tokoh-tokohnya sampai dengan cerita tentang pewayangan. Wayang merupakan sebuah metode yang digunakan untuk menyebarkan ajaran tertentu, para wali juga ada yang menggunakan media wayang sebagai salah satu caranya berdakwah menyebarkan ajaran agama Islam. Filsafat juga mengkaji mengenai hakekat wayang, maka filsafat mempelajari hakekatnya metode.

Filsafat mempelajari ontologinya aksiologi, artinya filsafat mempelajari hakekatnya manfaat. Apa sebenar-benar manfaat itu. Berbagai adat istiadat yang dilakukan pasti memiliki manfaat. Filsafat mempelajari berbagai manfaat dari adat istiadat tersebut. Sebagai contoh seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa wayang sebuah metode penyampaian pesan kepada masyarakat umum, wayang memiliki berbagai manfaat bagi masyarakat umum selain sebagai sarana hiburan. Dalam filsafat juga mempelajari hakekat dari berbagai manfaat wayang. Maka sebenar-benar filsafat mempelajari ontologinya aksiologi.

Filsafat mempelajari epistemologinya ontologi, artinya filsafat mempelajari metodenya hakekat. untuk mempelajari hakekat dari suatu objek metode apa saja yang digunakan. Misalnya, kalau kita ingin mempelajari hakekat dari wayang, maka ada metode-metode tertentu yang bisa kita gunakan untuk mempelajarinya. Filsafat mempelajari metode-metode tersebut, maka sebenar benar filsafat mempelajari epistemologinya ontologi.

Filsafat mempelajari epistemologinya epistemologi, artinya filsafat mempelajari metodenya metode. Filsafat mempelajari bukti kebenaran dari kebenaran yang ada. Misalnya, dalam matematika kita mengenal 2+3=5, tetapi dalam filsafat 2+3 belum tentu 5, filsafat mempelajari bukti kebenaran dari 2+3 apakah benar-benar 5. Maka sebenar-benar filsafat mempelajari epistemologinya epistemologi.

Filsafat mempelajari epistemologinya aksiologi, artinya filsafat mempelajari metodenya manfaat. Filsafat mempelajari sumbernya etik dan estetika. Misalnya untuk menilai suatu hal baik atau buruk, benar atau salah harus menggunakan dasar yang kuat.

Filsafat mempelajari aksiologinya ontologi, artinya filsafat mempelajari manfaatnya hakekat. Nilai dari suatu ontologi dipelajari dalam filsafat. Misalnya hakekat tentang ketuhanan, ketika membicarakan hakekat nilai dari hakekat tentang ketuhanan hendaknya berada ditempat yang sesuai, bukan disembarang tempat.

Filsafat mempelajari aksiologinya epistemologi, artinya filsafat mempelajari manfaatnya metode. Filsafat mengkaji baik buruknya sebuah metode yang digunakan. Misalnya, seperti fenomena yang terjadi akhir-akhir ini mengenai wayang yang dalangnya anak kecil. Filafat mengkaji mengenai baik atau buruknya dalang cilik, fenomena dalang cilik hanya meniru kebiasaan, belum mengembangkan secara kritis. Dalang cilik hanya mencakup separo dunia, sedangkan separo dunia yang lain adalah pengalaman.

Filsafat mempelajari aksiologinya aksiologi, artinya filsafat mempelajari manfaatnya manfaat. Menilai manfaat dari hal-hal yang dinilai baik atau buruk. Setiap hal pasti memiliki sisi baik dan sisi buruk, dan setiap yang baik ataupun yang buruk mempunyai makna.

Begitu luasnya kajian filasafat,maka tak heran kalau filsafat berperan penting dalam segala hal, misalnya dalam membangun bangsa. Filsafat mempunyai peranan yang sangat krusial dalam membangun bangsa. Untuk membangun bangsa menjadi lebih baik maka para penguasa harusnya menggunakan filsafat dalam membuat setiap kebijakan untuk mengatur masyarakat secara umum. Karakter dari penguasa sangat berpengaruh kepada pada karakter rakyatnya. Jadi apa yang diberikan penguasa kepada rakyatnya memiliki pengaruh yang besar.

Tidak hanya karakter penguasa yang memiliki peranan dalam membagun bangsa, namun karakter setiap elemen didalamnya juga berpengaruh dalam membangun bangsa. Setiap manusia memiliki karakter yang berbeda-beda. Misalnya seorang kakak memiliki karakter kepada adiknya, seorang kakak hendaknya memiliki karakter yang tidak suka memaksakan kehendak kepada adiknya, memberikan kesempatan kepada adiknya untuk berfikir merdeka. Begitu juga seorang guru, karakter seorang guru hendaknya memfasilitasi peserta didiknya dalam membangun konsep belajarnya, memberikan kebebasan berfikir kepada peserta didiknya untuk mengembangkan idenya.

Bagi seorang guru memahami karakter peserta didiknya sangatlah penting, salah satu cara untuk mengenal karakter dari peserta didik ialah dengan komunikasi, sehingga seorang guru dapat mengetahui apa yang ada di pikiran siswanya.

Seorang guru matematika hendaknya inovatif. Seorang guru tidak mengajarkan tetapi memfasilitasi siswanya agar kreatifitas siswanya dapat terbentuk. Agar siswanya lebih kreatif maka syarat utamanya ialah harus kreatif pula, dengan begitu siswanya lebih tertantang menjadi lebih kreatif lagi.

Disamping kreatif seorang guru juga harus bijaksana. Berfilsafat mengajarkan kita menjadi lebih bijaksana. Sebenar-benar bijaksana hanyalah milik Tuhan, maka manusia hanya berusaha menggapai bijaksana, kecuali para Nabi. Dalam filsafat orang bijaksana ialah orang berilmu yang menerapkan ilmunya. Maka orang yang mencari ilmu ialah orang yang bijaksana.